Sabtu, 03 November 2012

Indonesia Sehat 2010


SPGDT DEPKES R.I.SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU

Syaiful Saanin, BSB Sumbar, 2004.


VISI : INDONESIA SEHAT 2010.                                                       
Orientasi pada paradigma sehat : bukan hanya illness care service, tapi juga health promotion and preventive service, secara holistik, integralistik dan merupakan suatu kontinuum.

INDONESIA SEHAT 2010, strategi :
1.         Paradigma sehat : Dilaksanakan seluruh lapisan secara serentak dan bertanggung-jawab.
2.         Profesionalisme : Bermutu, merata dan terjangkau.
3.         Jaminan pemeliharaan Kesmas : Peran serta masyarakat.
4.         Desentralisasi : Pendelegasian wewenang pada Pemda.
ANALISIS SITUASI DAN KECENDERUNGAN, tantangan :
1.         Kedalam : pembangunan nasional.
2.         Keluar : globalisasi.
    TANTANGAN KEDALAM :
1.         Desentralisasi pelayanan medik : reformasi.
2.         Triple burden :
a.      Old problem : Infeksi, gizi.
b.     Re-emerging problem : malaria, tbc, diare.
c.     Emerging problem : jantung-pembuluh, kanker, degeneratif, keracunan, kecelakaan, napza, HIV/AIDS, dll.
3.         Krisis ekonomi.
4.         Complex disaster (multi etnik) & Natural disaster.
5.         Kecelakaan.
    Semua membutuhkan penanganan gadar/bencana.
    TANTANGAN KELUAR :
    Kemajuan iptek bidang kesehatan belum seimbang dengan kemampuan      
    SDM.
TANGGUNG-JAWAB KESEHATAN :
Depkes dan Sektor terkait (termasuk swasta).
Non Depkes : Kontribusi kurang.
SAFE COMMUNITY :
Landasan : Deklarasi Makassar 2001.
Hakekat : Upaya oleh, dari dan untuk masyarakat dengan pemerintah sebagai fasilitator, menuju terciptanya kondisi sehat dan aman.
Ujung tombak : SPGDT.
DEKLARASI MAKASSAR (HKN 2001) :
a.         Rasa sehat dan aman merupakan perekat keutuhan bangsa.
b.        Peningkatan & pendayagunaan sarana & prasarana yang ada.
c.        Memasyarakatkan SPGDT-S/B.
d.        Peningkatan Peran serta masyarakat dalam SPGDT.
e.         Membentuk brigade Gadar.
f.          Keterpaduan pemerintah dan masyarakat hadapi gadar.
g.        Terlaksananya SPGDT menuju 2010 dan safe community.
KOORDINASI PENANGGULANGAN BENCANA DAN PENGUNGSI :
a.      Bakornas : Wapres.
b.     Satkorlak : Gubernur.
c.     Satlak : Bupati.
SINERGI POTENSI DALAM UPAYA SAFE COMMUNITY :
1.     Komunikasi.
2.     Transportasi.
3.     Pelayanan kesehatan dan non kesehatan.
4.     Pembiayaan.
ASPEK UTAMA SAFE COMMUNITY :
1.         Care :
a.      Community preparedness.
b.     Preventive meassure.
c.     Mitigation.
2.         Cure : SPGDT,
a.      Kemampuan respons cepat : Time saving is life and limb saving.
b.     Kemampuan pra RS pertolongan pertama yang cepat dan tepat hingga RS.

SPGDT : Pra RS dan RS

1. Pertolongan pertama :
          Awam, awam khusus, profesional gadar ambulans / puskesmas.
2. Unsur kecepatan :
Sistem komunikasi / transportasi handal.
3. Unsur ketepatan :
BLS dan ALS.
4. Unsur Pra RS :
Kesehatan, rescue, keamanan.
PUBLIC SAFETY CENTER, PSC :
1.         Ujung tombak SPGDT menuju Safe Community.
2.         Paduan 118 (AGD), 110 (Polisi), 113 (PK).
3.         Pelayanan cepat-tepat pra RS.
4.         Public good (gratis). Di RS : bayar.
5.         Awak ambulans : Paramedik profesional.
KEBIJAKAN DEPKES DALAM SPGDT :
Umum : Cure :
1.         Memperbaiki kualitas pelayanan : Pemerintah / swasta.
2.         Peran Ditjen Yanmed : Penetapan pedoman standar yanmed :
a.         Sertifikasi teknologi.
b.        Teknologi dan etika medik.
c.        Akreditasi sarana dan prasarana.
d.        Pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan.
e.         Pembiayaan.
3.         Paradigma pelayanan medik :
a.         Orientasi profesional driven menjadi client driven.
b.        Integrated medical care.
c.        Evidence based medicine dalam konteks clinical governance.
d.        Medicine by Law : tak berlaku UU perlindungan konsumen.
Khusus :
1.         Dokter puskesmas : BLS & ALS.
2.         Paramedik Ambulans : BLS & ALS.
3.         Geomedik Mapping.
4.         Koordinasi dengan Kepolisian, PK, unsur SAR lainnya.
5.         Markas BSB : Unsur Depkes, Dokter PTT, Dokter spesialis terkait gadar, ambulans 118.
STRATEGI PENGEMBANGAN SPGDT :
1.     Administrasi dan managemen : Pembagian tugas dan kewajiban.
2.     Sumber daya manusia : Sesuai kebutuhan setempat.
3.     Teknologi : Medik dan non medik.
4.     Pembiayaan : Asuransi, subsidi, prabayar dll.
UNSUR UNSUR PEGEMBANGAN SPGDT DALAM MEWUJUDKAN SAFE COMMUNITY :
1.         Deklarasi Makassar.
2.         Safe Community – Public Safety Center.
3.         Time saving is life and limb saving.
4.         Preparedness, Prevention, Mitigation, Quick Response, Rehabilitation.
5.         Bakornas, Satkorlak, Satlak PBP.
6.         Administrasi – managemen, SDM, teknologi, Pembiayaan SPGDT.
PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT (PPGD).
Tujuan :
1.     Mencegah kematian dan cacad, hingga dapat hidup dan berfungsi kembali dalam masyarakat sebagaimana mestinya.
2.     Merujuk melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan yang lebih memadai.
3.     Menanggulangi korban bencana.
Prinsip mencegah kematian dan kecacadan :
1.     Kecepatan menemukan penderita.
2.     Kecepatan meminta pertolongan.
3.     Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan :
a.      Ditempat kejadian.
b.     Dalam perjalanan kepuskesmas atau rumah-sakit.
c.     Pertolongan dipuskesmas atau rumah-sakit.
SISTEM PENANGGULANGAN PENDERITA GADAR.
Tujuan :
Tercapainya pelayanan kesehatan yang optimal, terarah dan terpadu bagi setiap anggota masyarakat yang berada dalam keadaan gawat darurat.
1.     Penanggulangan ditempat kejadian.
2.     Transportasi kesarana kesehatan yang lebih memadai.
3.     Penyediaan sarana komunikasi.
4.     Rujukan ilmu, pasien dan tenaga ahli.
5.     Upaya PPGD di tempat rujukan (UGD dan ICU).
6.     Upaya pembiayaan penderita.
KOMPONEN SISTEM PENANGGULANGAN
PENDERITA GAWAT DARURAT.
Komponen Pra Rumah Sakit (luar RS) :
1.     Sub sistem ketenagaan (upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan orang awam dan petugas kesehatan) :
a.      Awam (biasa dan khusus).
b.     Perawat / paramedis.
c.     Medis / dokter umum.
2.     Sub sistem transportasi (upaya pelayanan transportasi penderita gawat darurat) :
a.      Tujuan : memindahkan PGD dengan aman tanpa memperbarat keadaan penderita kesarana kesehatan yang memadai.
b.     Sarana transportasi : kendaraan, peralatan, SDM, obat dll.
c.     Persaratan untuk transportasi : sebelum diangkat, selama diperjalanan.
d.     Jenis kendaraan pengangkut.
e.      Jenis ambulans.
3.     Sub sistem komunikasi (upaya pelayanan komunikasi medik untuk penanggulangan PGD) :
a.      Komunikasi kesehatan.
b.     Komunikasi medis.
4.     Jenis komunikasi :
a.      Tradisional.
b.     Modern.
5.     Sarana komunikasi :
a.      Sentral komunikasi.
b.     Jaringan komunikasi.
Komponen Intra Rumah Sakit (dalam RS) :
1.     Sub sistem pelayanan gawat darurat (upaya pelayanan PGD di UGD Rumah Sakit) :
Misi UGD : Secara pasti memberikan perawatan yang berkualitas terhadap pasien dengan cara penggunaan sistem yang efektif serta menyeluruh dan terkoordinasi dalam :
a.      Perawatan pasien gawat darurat.
b.     Pencegahan cedera.
c.     Kesiagaan menghadapi bencana.
Menanggulangi pasien dengan cara aman dan terpercaya :
a.      Evaluasi pasien secara cepat dan tepat.
b.     Resusitasi dan stabilisasi sesuai prioritas.
c.     Menentukan apakah kebutuhan penderita melebihi kemampuan fasilitas.
d.     Mengatur sebaik mungkin rujukan antar RS (apa, siapa, kapan, bagaimana).
e.      Menjamin penanggulangan maksimum sudah diberikan sesuai kebutuhan pasien.
Petugas medis harus mengetahui :
a.      Konsep dan prinsip penilaian awal serta penilaian setelah resusitasi.
b.     Menentukan prioritas pengelolaan penderita.
c.     Memulai tindakan dalam periode emas.
d.     Pengelolaan ABCDE.
2.     Unit Pelayanan Intensif :
Filosofi : Intensive Medical Care (IMC) mendapatkan legitimasi bukan karena kompleksitas peralatan dan pemantauan pasien, tapi karena pasien sakit kritis selalu berakhir pada suatu final common pathway dari kegagalan sistem organ, sehingga dibutuhkan bantuan terhadap organ vital baik tersendiri mauun terkombinasi.
          Aplikasi tidak terkoordinasi dari multi disipliner tidak hanya merugikan pasien, tetapi personil perawat dan tenaga profesi medis lainnya juga akan merasa sangat sulit untuk bekerja dengan baik dalam suatu unit yang tidak mempunyai arah dan filosofi yang tegas.
3.     Komponen Pembiayaan (sub sistem pembiayaan).
Sumber bisa berasal dari pemerintah atau masyarakat :
a.      Pemerintah pusat / daerah.
b.     Jasa marga, askes, jasa raharja, astek.
c.     DUKM.
d.     Perusahaan berisiko terjadinya kecelakaan.
RUJUKAN :
1.     Prof. Dr. Karjadi Wirjoatmodjo, SpAN KIC : Peranan SPGDT dan PPGD atau GELS dalam mewujudkan masyarakat sehat dan aman (safe community). Disampaikan dalam rangka Pemantapan pedoman geomedik mapping untuk menunjang safe community, Cisarua, Agustus 2002.
2.     Dr. H. Guntur Bambang Hamurwono, SpM : Kebijakan Depkes dalam pengembangan SPGDT. Disampaikan dalam rangka Pemantapan SPGDT untuk menunjang Safe community, Cisarua, Agustus 2002.
3.     Standar Klasifikasi PGD pra RS dan RS di Indonesia : Ditjen Yanmed Depkes RI.
4.     Dr. Ratna Rosita, MPHM. : Hambatan dan tantangan pelaksanaan SPGDT di Indonesia. Disampaikan dalam rangka Pemantapan SPGDT untuk menunjang Safe community. Cisarua, 6 Agustus 2002.

Minggu, 21 Oktober 2012

Model - Model Perubahan Perilaku

Menurut sebagian psikolog, perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia dan dorongan itu merupakan salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada di dalam diri manusia. Sementara itu , para sosiolog melihatnya bahwa perilaku manusia tidak bisa dipisahkan dari konteks atau setting socialnya. Untuk sekedar contoh, dorongan dalam diri manusia untuk makan bisa disebabkan rasa lapar. Pada konteks aktualnya, usaha manusia untuk makan ini menunjukkan cara dan pola yang berbeda, sesuai dengan situasi sosialnya masing-masing. Pada konteks itulah, maka dorongan pada diri dipengaruhi pula oleh setting social yang berkembang  di seputar individu tersebut.
Dengan demikian, perilaku manusia itu perlu dipahami dalam konteks yang lebih luas. Soekidjo Notoatmojo dengan memerhatikan bentuk respons terhadap terhadap stimulus, membedakan perilaku manusia menjadi dua bentuk, yaitu:
a) perilaku tertutup (covert behavior), hal ini ditunjukkan dalam bentuk perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran dan reaksi lainnya yang tidak tampak,
b) perilaku terbuka  (overt behavior) yaitu dalam bentuk tindakan nyata, misalnya meminum obat ketika dirinya merasa sakit.
Berdasarkan pandangan ini, maka yang dimaksud menurut perilkau kesehatan menurut Soekidjo Notoatmojo bahwa perilaku kesehatan yaitu respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan.
Dari definisi tersebut, kemudian dirumuskan bahwa perilaku kesehatan yaitu terkait
dengan:
1) Perilaku pencegahan, penyembuhan penyakit, serta pemulihan dari penyakit;
2) Perilaku peningkatan kesehatan; dan
3) Perilaku gizi (makanan dan minuman).
Pada pembahasan berikut, akan kita lihat berbagai model yang digunakan para peneliti dalam
mempelajari berbagai tipe perilaku kesehatan. Diantaranya:
1.    Model pengelolaan rasa sakit;
2.    Model muchman;
3.    Model mechanic;
4.    Model anderson;
5.    Model keyakinan sehat;
6.    Model Kurt Lewin;
7.    Model pengambilan keputusan.
Masing-masing model yang dikemukakan berbeda, sesuai dengan pandangan teori serta tipe perilaku namun menggunakan variabel-variabel yang sama.
  
1. Model Pengelolaan Rasa Sakit.
Menurut Daldiyono (2007: 16), tidak semua orang sakit memiliki penyakit. Suatu rasa sakit bukan merupakan penyakit bila tidak mengganggu aktivitas dan fungsi pokok, misalnya: makan, minum, buang air, tidur, dan aktivitas sehari-hari lainnya. Sedangkan menurut Lehndorff, rasa sakit bisa dikelola baik untuk sekedar pengendalian rasa sakit maupun untuk mencapai penyembuhan diri dari penyakit yang sedang dideritanya. Dalam pengalaman tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor utam yang menunjang kemajuan derajad kesehatan pasien adalah keinginan dan kehendak yang besar untuk mengalami kemajuan. Dalam pandangan Lehndorff dan Tracy (2005: xii) sikap optimis itu dapat diwujudkan dengan:
(a) yaitu memiliki rasa ingin menjadi lebih baik,
(b) memiliki harapan untuk menjadi lebih baik,
(c) mau berusaha untuk menjadi lebih baik, dan
(d) mereka belajar metode-metode cepat untuk memotivasinya.

     2. Model Suchman       
Yang terpenting dalam model suchman adalah menyangkut pola sosial dari perilaku
sakit yang tampak pada cara orang mencari, menemukan, dan melakukan perawatan medis.
Pendekatan yang digunakannya berkisar pada adanya 4 unsur yang merupakan faktor utama
dalam perilaku sakit, yaitu: (1) perilaku itu sendiri; (2) sekuensinya; (3) tempat atau ruang
lingkup; dan (4) variasi perilaku selama tahap-tahap perawatan medis.
Arti keempat unsur tersebut dapat dikembangkan 5 konsep dasar yang berguna dalam
menganalisi perilaku sakit, yaitu: (1) mencari pertolongan medis dari berbagai sumber atau pemberi layanan, (2) fragmentasi perawatan medis di saat orang menerima pelayanan dari berbagai unit, tetapi pada lokasi yang sama, (3) menangguhkan (procastination) atau menangguhkan upaya mencari pertolongan meskipun gejala sudah diasakan, (4) melakukan pengobatan sendiri (self medication), (5) membatalkan atau menghentikan pengobatan (discontuniti).

       3. Model Mechanic
Landasan pemikiran  model mechanic ini yaitu mengembangkan suatu model mengenai faktor-faktor yang mempengarui perbedaan cara melihat, menilai serta bertindak terhadap suatu gejala penyakit. Teori ini menekankan pada 2 faktor:
a. persepsi dan definisi oleh individu pada suatu situasi
b. Kemampuan individu melawan keadaan yang berat
Kemudian model mechanic menggunakan 10 variabel yang menentukan perilaku kesehatan, yaitu:
(1) adanya penyimpanngan  dan gejala penyakit yang dirasakan dan dikenal,
(2) seberapa jauh gejala-gejala penyakit yang dipandang serius oleh seseorang,
(3) seberapa jauh gejala-gejala penyakit dapat dapat menimbulkan gangguan dalam kehidupan keluarga, pekerjaan dan kegiatan-kegiatan sosial,
(4) frekuensi terjadinya tanda-tanda penyimpangan atau gejala penyakit,
(5) jatah toleransi dari ornag yang menilai tanda menyimpang atau gejala penyakit tertentu, (6) informasi yang tersedia, pengetahuan, kebudayaan, serta pandangan orang yang menilai,
(7) adanya kebutuhan pokok lain yang menimbulkan pengabaian atau penolakan terhadap gejala tersebut,
(9) adanya kompetisi terhadap berbagai kemungkinan interaksi yang timbul setelah gejala penyakit diketahui,
(10) sumber pengobatan yang tersedia serta biaya yang harus dikeluarkan.
Dari pencermatan ini, dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud perilaku sakit adalah
pola reaksi sosio—kultural yang dipelajari pada suatu saat ketika individu dihadapkan pada gejala penyakit sehingga gejala-gejala itu akan dikenal, dinilai, ditimbang, dan kemudian dapat bereaksi atau tidak bergantung pada definisi atau situasi itu.

      4. Model Andersoon
Kerangka asli model ini yaitu menggambarkan suatu sekuensi (rangkaian) determinan (factor yang menentukan) individu terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh keluarga dan dinyatakan bahwa hal itu tergantung pada:
a. presdisposisi keluarga untuk menggunakan jasa pelayanan kesehatan, misalnya saja variabel demografi (umur, jumlah, status perkawinan), variabel struktur sosial (pendidikan, pekerjaan, suku bangsa), kepercayaan terhadap magis.
b. Kemampuan utnuk melaksanakannya yang terdiri atas persepsi terhadap penyakit serta evaluasi klinis terhadap klinis.
c. Kebutuhan terhadap jasa pelayanan. Faktor presdisposisi dan faktor yang memungkinkan untuk mencari pengobatan dapat terwujud di dalam tindakan apabila itu dirasakan sebagai kebutuhan.

       5. Model Keyakinan Sehat
Model keyakinan sehat (health believe model) dikembangkan oleh Rosenstock. Empat
keyakinan utama yang didefinisikan dalam model HBM yaitu (1) keyakinan tentang kerentanan kita terhadap keadaan sakit, (2) keyakinantentang keseriusan atau keganasan penyakit, (3) keyakinan tentang kemungkinan biaya, (4) keyakinan tentang efektivitas tindakan ini sehubungan dengan adanya kemungkinan tindakan alternatif.
Menurut Marshall H. Becker dan Lois A. Maiman, model ini terdiri atas unsur-unsur
sebagai berikut:
a. kesiapan seseorang untuk seseorang untuk melakukan suatu tndakan ditentukan oleh pandangan orang itu terhadap bahaya penyakit tertentu dan persepsi mereka terhadap kemungkinan akibat (fisik dan sosial) bila terserang penyakit tersebut.
b. Penilaian seseorang terhadap perilaku kesehatan tertentu, dipandang dari sudut kebaikan dan kemanfaatan (misalnya perkiraan subjektif mengenai kemungkinan manfaat dari suatu tindakan dalam mengurangi tingkat bahaya dan keparahan). Kemudian dibandingkan dengan persepsi terhadap pengorbanan (fisik, uang, dan lain-lain) yang harus dikeluarkan untuk melaksanakan tindakan tersebut.
c. Suatu “kunci” untuk melakukan tindakan kesehatan yang tepat harus ada , baik dari sumber internal (misalnya gejala penyakit) maupun eksternal (misalnya interkasi interpersonal, komunikasi massa).

    6. Model Kurt Lewin
Mempunyai pandangan → individu hidup di lingkungan masyarakat Individu ini akan bernilai positif dan negatif di suatu daerah atau wilayah tertentu. Implikasinya didalam kesehatan adalah penyakit atau sakit adalah suatu daerah negatif sedangkan sehat adalah wilayah positif. Ada 4 variabel apabila seseorang bertindak untuk melawan atau mengatasi penyakit :
a. Kerentanan yang dirasakan ( perceived suspecbility )
b. Keseriusan yang dirasakan ( perceived seriousness )
c. Manfaat dan rintangan – rintangan yang dirasakan ( perceived benefits and barriers)
d. Isyarat atau tanda – tanda (clues )
Lewin berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekeuataan pendorong ( driving forces ) dan kekuatan penahan ( resistining forces ). Teori  ini dinamakan ( force field analysis ) individu selalu terdapat kekuatan/ dorongan yang saling bertentangan. Keadaan ini dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan sehingga ada tiga kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri seseorang :
a. Kekuatan – kekuatan pendorong meningkat.
b. Kekuatan – kekuatan penahan menurun.
c. Kekuatan pendorong meningkat dan kekuatan penahan menurun.

   7. Model Pengambilan keputusan
Ada beberapa kondisi sosial yang khas terjadi yaitu ;
a. Realitas sosial adanya perbedaan pemahaman dan sikap antara pasien dan anggota keluarganya
b. Perbedaan pemahaman dan sikap pasien diwujudkan dalam bentuk persepsi atau respons terhadap penyakit tersebut
c. Setiap diantara mereka mempunyai akses informasi ke pihak lain mengenai persepsi penyakit    
d. Adanya komunikasi atau interkasi antara pasien dan orang lain
Interaksi ini menghasilkan dua kemungkinan ;
a. De kolektivasi refeksi
b. Kolektivasi persepsi
Ada dua kemungkinan kolektivasi pasien :
a. Aktif ( inisiatif untuk bertindak dalam proses penyembuhan)
b. Pasif ( pasrah terhadap sikap orang lain diluar dirinya )

Sabtu, 20 Oktober 2012

Model Perubahan Perilaku Kesehatan


1. Model Intrapsikis

Model ini menjelaskan proses internal dan tingkat yang paling mendasar perubahan kepribadian. Kebanyakanpendekatan dan konseling yang mendalam dan jangka panjang bertujuan untuk perubahan intrapsikis. Dari perspektif ini diasumsikan  bahwa sekali perubahan yang terjadi dalam proses intrapsikis , orang akan dampak perubahan eksternal yang membuat hidup mereka lebih mudah. Selanjutnya, perubahan ini tahan lama dan biasanya irreversible.  Kerugian utama dari model ini adalah sifatnya yang memakan waktu panjang. Dari sudut pandang konsling kelompok, contoh individu dapat bekerja dalam kelompok atau yang disebut pendekatan “hot seat”. Dengan ini dimaksudkan bahwa terapi individu dilakukan oleh fasilisator dalam kelompok sedangkan sisa anggota kelompok mengamati dan berpartisipasi melalui identifikasi. Kelompok ini juga membentuk sebuah latar belakang untuk bekerja, sering kali pinjaman energi psikis pada proses. Seringkali anggota spontan akan mengkonfirmasi bahwa seseorang bekerja pada suatu masalah tidak hanya membangkitkan atau mengingatkan mereka tentang situasi mereka tetapi mereka secara spontan akan berkata, ‘Anda bekerja untuk saya di sana juga’, atau ‘Anda melakukan pekerjaan yang atas nama saya juga.“ Banyak teknik untuk melakukan pekerjaan intrapsikis dalam konteks kelompok timbul dari pendekatan humanistik untuk konseling dan terapi; dalam terapi Gestalt tertentu, terapi interaksional dan analisis transaksional. Namun, penekanan yang lebih baru dalam terapi cognitive-bahavior yang berfokus pada skema ini juga ditujukan untuk perubahan asumsi orang yang mendalam dan kepercayaan dan memfasilitasi perubahan intrapsikis. Terapis melakukan dengan segera apa yang disampaikan oleh anggota kelompok, melihat ini sebagai cerminan dari pola karakteristik penyajian diri.


2. Model Interpersonal

Model interpersonal sangat kuat dan efektif dalam sistem yang dikonstruks. Space ini menciptakan pengulangan kebiasaan pola komunikasi antara individu dalam kelompok. Feedback dari kelompok memberikan pemahaman dan penjelasan tentang pola-pola tertentu yang saling berinteraksi. Selanjutnya, dampak dari perilaku orang lain dapat diteliti dengan aman dan lingkungan yang tidak mengancam. Latihan, saran dan wawasan dalam proses menangani konflik dan masalah yang lain dalam kelompok.
Salah satu kontribusi klinis Eric Berne klinis adalah deskripsi dari permainan psikologis mengenai orang bermain (Berne, 1964). Analisis permainan kelompok dalam bentuk kekuatan dan fokus pada pusat. Wawasan Individu dalam proses ini membebaskan ‘pemain’ untuk terlibat dalam interaksi produktif. Berne berpendapat bahwa bermain game dapat dilihat sebagai bagian dari sistem pertahanan psikologis. Games dapat menjadi pandangan alternatif sebagai manifestasi dari skema maladaptive. Satu pemain menempatkan masalah kepada kelompok dan anggota lainnya memberikan solusi.
Di sisi positif, membangun kelompok memberikan space yang aman untuk bereksperimen dengan memilih interaksional baru dan menunjukkan peningkatan skill dalam berinteraks. Kesempatan untuk jujur dan berani dalam memberikan feedback dari kesalahan kelompok untuk tujuan umum pertumbuhan adalah aspek yang paling berharga dari anggota kelompok. Kelompok seperti ini dapat memberikan seseorang kesempatan untuk mengembangkan skill seperti ketegasan atau mengontrol kemarahan yang mungkin ada.
3. Model Kombinasi
Model kombinasi dapat digolongkan sebagai terapi kelompok secara keseluruhan, individu dalam kelompok fokus pada perhatian dan analisis. Orang-orang dalam kelompok bekerja untuk pemeliharaan kelompok dan kohesi. Semua anggota kelompok membawa pengalaman mereka dari sistem yang sebelumnya khususnya, pengalaman formatif dalam keluarga dan sekolah dan dimainkan dalam kelompok. Berbentuk peran psikologis dan orang yang mempengaruhi proyeksi mereka pada orang lain.
Di sisi lain, peran psikologis juga diberikan kepada orang-orang dari kelompok berdasarkan representasi kelas tertentu, budaya kelompok atau ras. Akibatnya, interaksi seseorang dengan anggota kelompok lain dibatasi oleh sebuah label. Seperti seseorang yang melakukan fungsi tertentu dalam sistem yang sesuai dengan image anggota masyarakat. Persiapan psikolog konseling dengan material yang banyak untuk intervensi dalam proses kelompok. Cara lain di mana peran psikologi dilakukan yaitu oleh individu yang mungkin mengekspresikan kemarahan dengan cara tertentu. Kemarahan ini merupakan bagian dari respon individu terhadap situasi yang mendesak.
Di samping asumsi ketidaksadaran dan proses, analisis dari tema kelompok dan tugas mengenai arena penting untuk perubahan. Normalisasi dari masalah (Yalom, 1970) adalah pusat untuk penerimaan dan kesehatan. Melihat bahwa orang lain bisa dan melakukan perubahan memberikan dorongan besar untuk anggota kelompok bahwa perubahan itu mungkin. Belajar untuk menyeimbangkan kebutuhannya sendiri dengan kebutuhan orang lain merupakan proses yang berguna dalam kelompok. Mengambil waktu dalam kelompok tersebut, didengar dan pada saat yang sama tidak mendominasi percakapan adalah aspek dari proses ini. Kekuatan kelompok memonitor dan mengontrol aspek-aspek ini. Bion (1959) meyakini bahwa ada kekuatan untuk penyembuhan dalam kelompok. Kita melihat sebagai tugas utama menciptakan lingkungan dimana setiap anggota dapat memiliki kecenderungan mereka sendiri terhadap destruktif dan patologi dengan keberanian dan kejujuran. Hanya melalui proses bahwa individu dapat memahami dampak dari perbuatan mereka dan efek dari proyeksi mereka pada orang lain.

[gigya width="160" height="600" src="http://www.widgipedia.com/widgets/widgetindex/httpwidgetindex2ndblogspotcom-5900-8192_134217728.widget?__in%22%20+%22stall_id=1277704270919&__view=embed\" title="grab this widget @ widgetindex2nd.blogspot" quality="autohigh" loop="false" wmode="transparent" menu="false" allowScriptAccess="sameDomain" ]